(Rumah Amal Salman, Bandung) - Sahabat Amal, bagi sebagian orang yang memiliki hutang puasa wajib segera membayarnya sebelum Ramadhan berikutnya tiba. Namun, ada beberapa orang yang wajib menggantikan puasa dengan membayar fidyah.
Ahmad Zarkasih menjelaskan dalam buku Bekal Ramadhan, fidyah bermakna harta untuk tebusan. Secara istilah, fidyah didefinisikan sebagai pengganti untuk membebaskan seorang mukallaf dari larangan yang berlaku padanya. Kewajiban membayar fidyah puasa yang ditinggalkan di bulan Ramadhan berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 184:
"(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Tidak semua orang dibolehkan mengganti utang puasa dengan membayar fidyah. Mereka yang wajib menggantikan adalah orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, orang tua renta, wanita hamil dan menyusui, dan orang yang menunda Qadha’ sampai lewat Ramadhan berikutnya.
Bentuk pembayaran fidyah pada dasarnya berupa makanan. Para ulama menyebutkan yang diberikan kepada fakir miskin adalah bahan makanan mentah bukan makanan yang matang dan siap disantap. Bahan makanan mentah itu bisa disimpan dalam waktu lama. Terkait ukurannya, Mazhab Maliki dan Syafi’i menetapkan ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Rasulullah.
Istilah mud maksudnya gandum yang diwadahi dengan kedua telapak tangan yang disatukan, seperti saat orang sedang berdoa yang menadahkan kedua tangannya. Jika diukur sekarang, satu mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Para ulama sepakat, fidyah harus dibayarkan sampai masuknya lagi bulan Ramadhan tahun berikutnya sebagaaimana masa mengqadha’ puasa. Imam Nawawi menyebutkan dalam Mazhab Syafi’i, orang yang sakit atau sudaah tua belum diperkenankan membayar fidyah kalau belum masuk waktu berpuasa. Setidaknya, kebolehan itu baru berlaku sejak terbitnya fajar di hari dia tidak berpuasa tapi bukan pada malamnya atau hari-hari sebelumnya.
Adapun pembayaran fidyah di Rumah Amal Salman sebagai berikut:
a. Rp 18.000,00 per jiwa per hari puasa yang ditinggalkan untuk pengonsumsi beras putih biasa;
b. Rp 25.000,00 per jiwa per hari puasa yang ditinggalkan untuk pengonsumsi beras putih premium atau beras merah;
c. Rp 50.000,00 per jiwa per hari puasa yang ditinggalkan untuk pengonsumsi beras organik; dan
d. nominal lainnya sesuai dengan beras atau makanan pokok lainnya yang dikonsumsi sehari-hari oleh pembayar fidyah.
Pembayaran fidyah dalam bentuk uang akan Rumah Amal Salman salurkan dalam bentuk beras dan/atau makanan pokok lainnya. Agar kewajiban berpuasa kita tetap dihitung pahalanya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui fidyah ini kita dapat melaksanakan ibadah puasa berikutnya pun amal ibadah lainnya lebih tenang dan berkah. Tunaikan fidyah Anda melalui:
bit.ly/FidyahKeRAS ***