Habis Gelap Terbitlah Terang, Terinspirasi dari Surah Al Baqarah

By Gia Rahmanisa

22/04/2021

“Habis Gelap Terbitlah Terang”

Terinspirasi dari Surat Ibrahim dan Al-Baqarah

            Siapa yang tidak mengenal sosok Raden Ajeng Kartini, perempuan kelahiran Jepara-Jawa Tengah ini adalah pelopor perjuangan hak asasi manusia khususnya kaum wanita di Indonesia. Harum nama dan kontribusi beliau dalam memerangi feodalisme (sistem kekuasaan yang dipegang oleh kaum bangsawan) dan adat-adat yang merampas hak perempuan untuk bisa memiliki pengetahuan dan ilmu, terus dikenang setiap tanggal 21 April.

Kartini adalah sosok pemberani, berpemikiran terbuka, kritis, berempati tinggi dan cerdas. Rasa ingin tahu beliau bahkan sudah tumbuh dan berkembang sejak usia belia. Hal inilah yang membuat ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat sangat menyayangi dan memahami kecerdasan Kartini sedari kecil, bahkan ayahnya memberi julukan “Trinil” kepada Kartini yang artinya “memiliki kegesitan dan kecepatan dalam perbuatannya” seperti burung Trinil. Selain dididik oleh ayahnya langsung, Kartini juga dididik oleh ibunya dalam hal pengetahuan agama. Ibunda  Kartini cukup ketat terhadapnya mengenai ibadah dan ilmu agama karena ibunya sendiri ternyata merupakan putri dari Nyai Hajjah Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

            Kartini memang terlahir di lingkungan keluarga ningrat sekaligus religius. Namun, meski memiliki keistimewaan ini, Kartini tetap resah terhadap kondisi yang ada di sekitarnya. Pada zamannya, kondisi perempuan Jawa sangat memprihatinkan. Adat dan budaya yang  diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya memposisikan perempuan sebagai objek yang bisa diatur sesuka hati. Perempuan tidak boleh bersekolah, diterapkan sistem pingit, dan dipaksa menikah dengan laki-laki asing yang tidak dikenalnya bahkan harus rela dimadu. Derajat dan martabat perempuan sangat rendah pada masa itu. Kartini beranggapan bahwa semua ini terjadi karena perempuan tidak diberi kesempatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Padahal, Islam sangat memuliakan orang yang berilmu, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11, “Orang yang berilmu dinaikkan derajatnya oleh Allah beberapa derajat”. Bahkan ada perintah dari Allah untuk mengeja ilmu di semesta ini kepada para hamba-Nya: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Mahamulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq 96:1-5).

            Kartini yang memperoleh kesempatan untuk menimba ilmu pun tidak tinggal diam melihat kondisi para perempuan di sekitarnya. Ia yang dimasukkan ke sekolah “Europese Lagere School” memaksimalkan kesempatan itu. Kartini belajar menyulam dan menjahit, membaca Qur’an dan pelajaran bahasa Jawa. Kartini juga pandai berbahasa Belanda sehingga mampu bersaing dengan anak-anak Belanda di sekolah tersebut. Karakternya yang periang dan berani juga membuat Kartini disukai oleh teman-teman sekolahnya. Namun, ternyata dari semua hal di sekolah, ada satu hal yang Kartini paling tidak suka yaitu belajar membaca Al-Qur’an. Kartini merasa tidak puas ketika melakukan sesuatu tanpa memahami makna yang ia lakukan, termasuk ketika mempelajari Al-Qur’an. Ia diajarkan untuk terus membaca kalimat-kalimat yang ia sendiri tidak paham artinya. Terdapat surat-surat Kartini yang berisi pemikiran ketika mempelajari agama. Kartini menuliskan surat tersebut kepada Stella Zihandelaar (6 November 1899):

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Al
-Quran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Al-Quran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?

            Begitulah surat-surat yang berisi curahan hati Kartini tentang Islam pad amasa itu. Namun, akhirnya kegelisahan Kartini ini terjawab ketika ia bertemu dengan seorang ulama bernama Kyai Sholeh Darat. Kartini bertemu dengan beliau ketika mengikuti pengajian di rumah Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat (paman Kartini). Saat itu, Kartini sangat tertarik dengan tema yang disampaikan beliau yaitu tentang “Tafsir Surat Al-Fatihah”. Kartini memahami penjelasan dari Kyai tersebut. Menurutnya apa yang disampaikan Kyai itu merupakan hal yang baru ia dengar dan ketahui.

"Kartini memang tak pernah tahu apa arti dan makna dari surat Al Fatihah meski ia sering membacanya. Kartini benar-benar terpukau dan tersedot perhatiannya," tulis Fadhila, cucu Kyai Sholeh Darat yang merekam cerita tentang reaksi Kartini saat mengikuti pengajian Kyai Sholeh Darat.

            Setelah pengajian usai, Kartini langsung meminta pamannya untuk bertemu dengan Kyai Sholeh Darat kembali. Kartini bahkan sampai mendesak pamannya. Akhirnya, pamannya mengiyakan keinginan Kartini. Kartini pun menemui Kyai tersebut dan menanyakan beberapa hal yang menjadi kegelisahannya selama ini.       

"Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?" Tanya Kartini.

"Mengapa Raden Ajeng mempertanyakan hal ini? Kenapa bertanya demikian?" Tanya Kyai tersebut kepadanya.

"Kiai, selama hidupku baru kali ini saya berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku." Jawab Kartini.

Kyai Sholeh Darat tidak menyela kalimat Kartini dan tertegun dengan kesungguhannya serta rasa syukurnya ketika mempelajari tafsir Al-Fatihah tersebut.

"Namun, saya heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran ke dalam bahasa Jawa. Bukankah Alquran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?" Sambung Kartini kembali.

“Subhanallah”. Kyai tersebut terkesima dan tidak bisa berucap apa-apa terhadap pertanyaan dan pernyataan yang Kartini tuturkan.

            Karena pernyataan dari Kartini tersebut, Kyai Sholeh Darat pun termotivasi untuk menerjemahlan ayat demi ayat Al-Qur’an hingga 13 juz telah rampung dalam bahasa Jawa. Terjemahan itu selalu dibaca oleh Kartini ketika waktu luangnya. Bahkan terjemahan sebanyak 13 juz itu pun dihadiahkan kepada Kartini atas perkawinannya. Kartini sangat senang menerimanya. Namun, terjemahan itu hanya sampai pada Surat Ibrahim karena Kyai Sholeh Darat wafat sebelum menyelesaikan semuanya. Kitab terjemahan ini lalu diberi nama “Faidhur Rahman”, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab.

Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya paham Ucap Kartini.

             Dan... Inilah latar belakang pemberian judul dari buku “Habis gelap terbitlah terang” bukan dari sekumpulan surat menyurat beliau... Sejarah telah di simpangkan.

"Apa yang ia (Kartini) tulis dalam Habis Gelap Terbitlah Cahaya (Door Duisternis tot Licht) itu pasti dipengaruhi oleh guru yang sangat ia hormati selama mengaji Al-Qur’an," Kata Gus Lukman (cicit Kyai Sholeh Darat).

Pada terjemahan yang ada di kitab Faidhur Rahman, Kartini menemukan ayat yang sangat menyentuh, minazzulumati ilan nur yang artinya dari kegelapan menuju cahaya (QS Ibrahim ayat 1 dan QS Al-Baqarah ayat 257). Hal ini disampaikan oleh Gus Lukman.

Demikian sahabat, kisah perjalanan seorang sosok Ibu Kita Kartini yang namanya harum sepanjang masa sebab kontribusi nyatanya untuk Indonesia, untuk kaum perempuan Indonesia, agar lebih dihargai dan diangkat derajat kemuliaannya. Semoga kita bisa meneladani hikmah perjalanan hidup seorang R.A. Kartini. Semangat selalu dalam memberikan kontribusi bagi sekitarnya, termasuk dalam memberikan edukasi atau ilmu kepada sesama.

Nah sahabat amal, berkaitan dengan edukasi, Rumah Amal Salman sedang melaksanakan program Ramadhan yang mengusung tema “Bumil Cantik”, sebuah edukasi pencegahan stunting sejak dini. Bagi sahabat amal yang ingin ikut berpartisipasi dalam program ini, sahabat bisa menyalurkan donasinya melalui link berikut (klik): https://www.rumahamal.org/project/bumil_cantik

Referensi:

Irfa Nur Nadhifah. 2017. R.A. Kartini dan Pendidikan Pesantren: Studi atas Kontribusi dan Peran R.A. Kartini dalam Pendidikan Perempuan.  Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang.

http://www.sman1welahan.sch.id/2016/04/ra-kartini-dan-kyai-sholeh-darat-sejarah-bangsa-yang-digelapkan-orientalis-belanda/.

https://www.liputan6.com/regional/read/2927608/kisah-kartini-terpukau-makna-alquran     

Kabar
Kajian & Tips
Cerita Talk

Bagikan :

Kabar
Kajian & Tips
Cerita Talk
Bagikan

Berita Lainnya